fuh.
tetiba saja kemarin terpikir untuk pergi bekerja dengan cara berlari.
ya.. berlari dengan kaki kecil ini.
ah apa daya, saia hanyalah wanita asma yang semakin tenggelam dikepulan asap polusi udara yang tak lagi memiliki paru-paru yang baik adanya.
aku ingin berlari dengan sepatu putih yang telah berubah warna menjadi cokelat. aku ingin menari seraya berlari dan berlari seraya menari.
kenyataannya, aku lebih sering bekerja dengan sepeda putihku yang praktis. sesekali aku menuai lirikan bernada cemburu dari orang-orang yang aku jumpai.
"sepedanya cantik nduk!", begitulah salah satu teriakan seorang ibu disuatu sore. dan seketika aku terhenti hanya untuk membalasnya dengan ucapan terima kasih dan juga senyuman.
sepeda putihku yang mereka bilang cantik ini adalah hasil keringatku, dan aku bangga memilikinya. pertama kali mendengar puja-puji mereka terhadapnya, aku cemburu. ah, sepedaku lebih menarik dari pada aku, begitu pikirku.
namun kali ini aku punya pendapat lain, ia cantik karena aku telah memilihnya. hihi..
aku tak pernah pelit untuk meminjamkannya pada siapa pun, namun aku sangat tersinggung ketika seseorang menolaknya. sangat tersinggung.
"kau boleh pakai sepedaku", tawarku padanya
"no thanks..", tolaknya dengan berbahasa asing
"baiklah", ujarku getir. ah, tetiba aku kehilangan rasa menghargaiku pada orang itu. demi apa menggunakan bahasa asing padaku? apakah lidahmu terlampau kaku untuk menggunakan bahasa ibu?
dengan demikian aku tak lagi bersedia terlibat percakapan lebih banyak lagi dengannya. sepeda putih nan praktis bukan hanya temanku dalam mencari nafkah, namun juga pelipur lara.
ah satu tahun lalu, ketika aku tengah lara sendiri.. pertama kali yang ku lakukan adalah membawanya mengitari kelurahan tempatku tinggal. memasuki lorong demi lorong yang sumuk dan seorang teman diluar pulau pun bertanya: apa yang kau cari?. rasa syukur yang mungkin saja tercecer dijalan, ujarku.
hey.. kau masih ingat makhluk itu? ehm, akhirnya aku menemukan alasan mengapa dulu aku begitu antusias mencarinya. ah, tahukah kau ketika aku menemukan alasan itu pertanda aku berhenti mencarinya.
fuh.
lupakanlah.
hari ini aku akan mengitari kota madya setelah selesai mengumpulkan permata. anggap saja ini bentuk lain dari melampiaskan rasa rindu yang semakin menusuk sukma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar