hey.. temani aku berdansa!
yaa.. kali ini aku berdansa dilantai kegelisahan diiringi ketukan-ketukan di depan pintu hati yang memilukan. sesekali terdengar suara pintu hati yang menderit. pertanda betapa jarangnya pintu itu terbuka. mungkin tak pernah lagi tetesan minyak yang melumurinya.
aku terus berdansa hingga diujung gelisah.
dengan gaun hijau muda dan berenda. kau tahu nyanyian apa yang ku lantunkan diantara dansaku? nyanyian sebuah harapan yang memilukan. tentang rasa yang masih aku telantarkan. ada harapan terselip ketika gaun ini ku kenakan. hijau yang membawa kesejukan.
perkenalkan, namaku resah.
aku hanyalah wanita jalan yang bergaun hijau muda dengan gulungan tembakau ditangan. aku tak suka menjadi sama dengan mereka, penjaja cinta yang terus menggunakan topeng seorang teman.
ketika senja mulai tiba, aku berhenti berdansa dan mulai menapaki panggungku. panggung sandiwara. aku menawarkan kesenangan semata. yang aku sendiri tak pernah tahu apa itu arti kesenangan. apakah ketika aku menerima selembar kertas yang dapat meneruskan jalan hidupku ataukah ketika keringat klimaksnya nafsu lelaki yang ada diatas tubuhku ini, itukah yang disebut kesenangan? aku tak pernah tahu.
dan ketika mentari mulai tiba, aku akan bergegas tuk berkemas kembali menggunakan gaun hijau mudaku. aku bersembunyi dibalik topeng kedamaian. pun hal yang tak pernah aku tahu apa arti kata damai, apakah ketika aku mulai terlelap diantara bunga-bunga mimpi atau ketika aku mulai mengulum kepulan asap diantara bibirku? aku tak pernah tahu.
aku lahir, bertumbuh dan hidup dijalanan.
tak pernah mengenal apa yang mereka sebut rumah, yang aku kenal hanyalah sebuah kamar petak dimana panggungku terletak. kau tak perlu berharap dapat mendengar tepukan kebanggaan dari para penontonku atau pun sorak sorai mereka, tak usah. dipanggung itu hanya terdapat suara lenguhan yang bermakna kepuasan seorang lelaki saja.
aku lebih suka bermandikan keringat karena panasnya mentari dari pada bermandikan keringat akan panasnya hati demi jalan yang mereka sebut hidup. aku tak pernah punya pilihan, malah aku tak pernah kenal apa yang mereka sebut pilihan. ya, aku memang wanita bodoh yang sibuk menggulung dan mengulum tembakau.
tak ada yang dapat ku percaya di dunia ini, baik itu hari mau pun hati. baik itu induk semang atau pun pelanggan. aku tak pernah percaya pada kata percaya. maka dari itu mereka memanggilku resah.
mereka resah akan kehadiranku dan aku resah akan kehadiran mereka, mereka namai aku resah.
pagi ini aku kembali berdansa, dan lagi-lagi tak ada jiwa yang menemaniku berdansa. sesekali aku ingin berdansa bersama satu orang manusia. tapi seharusnya aku sadar, manusia itu bukan menginginkan tarianku semata, setelah berdansa mereka akan menyeretku kembaki ke panggung sandiwara. dengan paksa.
aku suka berdansa diujung gang dekat dengan panggungku. kau dapat temui aku bermandikan asap tembakau yang keluar dari bibir kecilku. bibirku tak pernah diam namun juga jarang bersuara. ia hanya mengeluarkan asap-asap tembakau atau sebuah senyum simpul penuh kepalsuan.
subuh tadi, sekembalinya aku dari panggung sandiwara. aku melihat gaun merah tua dibilik etalase toko yang ada di dekat posko. mungkin sebentar lagi aku akan merengek pada induk semangku untuk memberikan sebagian dari keringat yang sudah ku terbitkan malam tadi untuk membeli gaun merah tua itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar