Kamis, 26 Juli 2012

si teman

labirin semakin membesar, kawan!

"siapa dia?", tanya teman bie ketika ia baru saja tiba. matanya langsung menuju pada sosok yang duduk tepat disamping bie.
"temannya si teman", jawab bie singkat.
"kok masih mau sih berhubungan sama si teman-mu itu?", hahaha teman bie yang satu ini memang terkenal dengan ke-nyinyir-an-nya. bie pun hanya diam menanggapi responnya saat itu. "seharusnya tutup semua akses donk..", lanjutnya lagi.
"sudahlah, aku sudah tidak ada hubungan apa-apa sama si teman."
"sungguh?", tanyanya dengan mata membulat.
si teman. entah mengapa pria itu berubah nama menjadi si teman, padahal ia punya nama yang cukup bagus. aku suka melafalkan namanya, dulu.
"kau mau aku jawab seperti apa lagi?", jawabku dengan pertanyaan.

bie percaya bahwa hidup ini saling terkoneksi. proses yang akan membawa bie menelusuri semua 'fiber' yang menghubungkan satu sama lain.

"tapi kenapa dia harus duduk disampingmu? kan disamping dia bangkunya kosong?", ah wanita ini masih juga membahas ini itu. apa memang wanita ditakdirkan seperti itu?
"sudahlah, ndak penting dia mau duduk dimana. terserah dia.. toh aku hanya ingin berdamai pada masa lalu. pun jika kami berteman, aku rasa dia cukup dewasa untuk tidak menarik benang merah antara aku dan temannya. dan satu lagi, kami berteman bukan karena si teman. itu saja", tegasku padanya.
ini bukan pertama kalinya bie tersandung pada episode seperti ini, malah bie pernah berteman dengan kakak atau saudara dari pria bie kala itu. pun jika kisah kami usai, bie berusaha untuk tetap menjalin silahturahmi dengan mereka, tapi berusaha menjaga jarak dengan si pria. bie sebut ini demi hati.
"atau kau tak curiga dia...." aahh kini ia semakin menjadi wanita dengan kalimatnya itu, aku membalas kalimatnya dengan sikap acuh tak acuh.
"jika pun itu terjadi, aku tak peduli. aku punya hidup dan mereka punya hidup, jadi urus saja hidupnya masing-masing. ah kau ini kepoonya tak sekedar buka profile akun pribadi seseorang ternyata..", sindirku akan kebiasaan buruknya.
"yaa.. coba kau liat profilenya, mungkin saja.........."
"aku tak peduli.. apa kau lupa kadar ke-egois-anku?", seharusnya ia mengerti akan tanyaku kali ini. sebagai seorang teman yang tinggal seatap, bie rasa dia mengerti jika bie katakan bie tak peduli itu artinya bie tak ingin ada urusan lagi dengan hal itu.

"cinta dan benci itu benar-benar tipis yaa.. dulu kau begitu mencintainya, lalu sekarang?", gumamnya.
"sepertinya..", jawabku malas
"lalu apa yang membuatmu begitu membencinya?"
"aku tak membencinya, aku hanya berhenti peduli padanya. itu saja."
"apa kesalahannya? bukankah kau yang lebih dahulu menarik garis dan membangun tembok yang kokoh?"
"demi apa aku harus mencari-cari kesalahannya dan membukanya kembali ke hadapanmu?"
"maksudmu?"
"ah.."

si teman. lelaki ini sempat membuatku ingin terus bermimpi tentang hujan pelangi. sempat. tapi aku hanya dapat mengumpat.
si teman.

ada beberapa hal yang tak dapat ku ungkapkan pada siapa pun. dan beberapa hal itu pula yang membuatku memutuskan dan mengemukakan suatu hal yang menyakitkan. aku tak sebut ini moment: mari kita saling menyakiti.
tidak.

aku sebut ini moment dimana kau tak bisa memutuskan biar aku yang melakukannya.
itu saja.

“kenapa cinta harus dikejar? cinta tahu arah jalan pulang…” 

Tidak ada komentar: