Sabtu, 29 September 2012

kepada semesta.

kepada semesta yang begitu menakjubkan,

pagi ini mentari masih terus memaksaku tertatih menuju rutinitas. dan kau? masih saja setia bersamanya aku masih terus bertanya, apakah setia hanya dimiliki oleh dirimu saja?

dan hari pula aku masih ingin bertanya kabar tentang ia yang ada diantaramu. bilakah ia mengirim kabarku pada angin atau pun pada tetesan embun? ah aku hanya ingin memastikan ia baik-baik saja dibelahan bumi sana.

hey, apakah kau mendengar gegap gempita hatiku? ya beribu nada terdengar ketika aku bertanya kabar tentang dirinya. aku masih dengan rasa yang sama dan ia tidak. begitulah.

kepada semesta yang begitu ku cintai,

tak ada yang lebih ku cintai dari dirimu, pun dirinya. aku tak mampu mencintainya melebihi cintaku padamu, dengan begitu kau akan tetap menjaganya. temani ia ketika mendaki dari kaki bukit hingga puncak gunung yang ia tuju. bimbing ia disetiap padang datar hingga padang gurun. aku hanya mampu mengawasinya dari kejauhan dengan penuh harapan. aku ingin ia tahu namun entah demi apa.

hey.. nyaris saja aku melupakan sebuah cerita yang ingin ku bagi denganmu. beberapa hari yang lalu pada akhirnya aku mengulang hari dan bulan kelahiranku. beri aku sebuah pelukan sebagai ucapan darimu. haha..

ah aku tahu, kau tak pernah melupakanku tanpa harus aku ingatkan. terima kasih untuk hari yang sempurna, semesta..

terima kasih untuk ia yang menemaniku diawal usia baruku. terima kasih untuk cerita-ceritanya yang mengunggah tawaku. terima kasih untuk waktunya yang seakan-akan memelukku dengan hangat. pelukannya memastikan bahwa aku tak pernah sendiri.

ah aku tak mampu membendung mataku untuk tak berkaca-kaca.

terima kasih juga untuk tuan lebah yang telah menjadi ucapan terakhir dihariku itu. dengan harapan atau pun tidak, aku masih tidak percaya dengan yang namanya kesengajaan dan kebetulan. 2008.. pada akhirnya aku tahu, kau masih mengingat masa dimana kita saling mengenal? bagiku, mendengarkanmu dan di dengarkan olehmu saja sudah lebih dari cukup.

bagiku ini konyol, bagaimana mungkin ia yang pertama kemudian menjadi yang terakhir untuk sebuah pengucapan. entahlah, nyatanya aku memang menantimu dipukul lima dini hari. jika nanti kita bercakap-cakap kembali, boleh aku memintamu berhenti bertanya tentang hal yang tak mampu aku jawab dengan kebohongan?

kepada semesta yang selalu mendukung,
terima kasih untuk setiap pelukan hangat yang kau kirimkan melalu mentari pagi. terima kasih untuk setiap ketenangan yang kau berikan melalui senja. dan keteduhan yang kau sisipkan diantara rinai hujan.

Tidak ada komentar: